Kegiatan tuk korban merapi

Kamis, 28 April 2011

saat di kali apu stabelan boyolali

Dusun Stabelanbelan terletak 3 km dari puncak Gunung merapi. Stabelan Masuk dalam wilayah Boyolali Jawa Tengah. Minggu tanggal 10 April 2010, pukul 08.00 WIB, saya berangkat dari jogjakarta dengan mengunakan sepeda Motor.  

Senin, 25 April 2011

Perlahan namun pasti, korban erupsi merapi thn 2010 mulai kembali bangkit untuk menata kehidupannya yang sempat porak poranda akibat Erupsi merapi yang terjadi. Walau harus tertatih-tatih mereka berusaha untuk bangkit mengapai asa yang sempat tertunda dan porak poranda.  
Bencana alam Erupsi Merapi telah berlalu kurang lebih 6 bulan.
Penebar Senyum Anak Korban Bencana

Rabu, 24 Juni 2009

Tragedi telah berlalu tiga bulan. Dan Situ Gintung masih karut-marut karena janji revitalisasi Pemerintah Kota Tangerang Selatan belum terealisasi. Tapi, senyum anak-anak korban bencana yang sempat trauma, telah kembali mengembang. Inilah kisah para relawan spesialis trauma healing bagi anak-anak di lokasi bencana.

Pengalaman adalah guru terbaik. Pameo itu ibarat pengikat para relawan untuk membantu korban bencana. Situasi tertekan membuat mereka makin solid menangani korban bencana. Tsunami yang meluluhlantakkan Nanggroe Aceh Darussalam dan Nias pada 2004, misalnya. Ada sekitar 25 ribu relawan baik lokal maupun internasional yang turun saat itu.

Bukan sekadar medis ataupun logistik yang mereka kaver, tapi juga rehabilitasi psikis korban. Terutama anak-anak yang mengalami trauma. Hal serupa juga terjadi ketika gempa Bantul, Yogyakarta, pada 2006 dan tragedi jebolnya tanggul Situ Gintung, Ciputat Timur, Tangerang Selatan, Banten, tiga bulan lalu. Para relawan dari beragam organisasi turun tangan memulihkan kondisi kejiwaan anak-anak korban bencana. Jumlah relawan yang turun mendekati angka ribuan orang.

Salah satu lembaga yang fokus dalam hal itu adalah Palang Merah Indonesia (PMI). Bahkan PMI memiliki Psychosocial Support Program (PSP), divisi khusus penanganan rehabilitasi korban pascabencana. Divisi itu hampir sama tua dengan divisi utama PMI, yakni divisi kesehatan.

�Sejak kami menangani tsunami di Aceh, aktivitas divisi ini semakin jelas dan terorganisasi,� ujar Leo Pattiasina, Kepala Sub Bidang PSP PMI mengenai debut memukau divisi tersebut. PSP menangani korban bencana dari berbagai kelompok umur. Setiap kelompok umur memiliki penanganan yang spesifikasi dan kegiatan berbeda-beda.

Divisi serupa juga dimiliki Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas Perlindungan Anak). Hanya saja, sesuai spesialisasinya, lebih memfokuskan penanganan bagi kelompok anak. Kelompok relawan yang bergerak �underground� pun banyak terlibat. Sebut saja relawan yang tergabung dalam Yayasan Nanda Dian Nusantara (YNDN).

Untuk kasus Situ Gintung, YNDN mendirikan posko trauma healing bagi anak-anak korban. Padahal, yayasan yang berdiri pada 17 November 1990 itu awalnya lebih memfokuskan pada kegiatan pendidikan dan keterampilan bagi anak-anak jalanan. Namun, karena tuntutan kebutuhan, divisi trauma healing itu lahir. Di lapangan, YNDN berkonsolidasi dengan personel dari Komnas Perlindungan Anak. �Kami saling mengisi dan kerja sama,� ujar Indra Hastono, Ketua Relawan Yayasan Nanda Dian Nusantara (YNDN) posko Situ Gintung, Cabang Ciputat, Tangerang.

Meski kelompok-kelompok relawan itu berbeda latar belakang, kesamaan di antara mereka adalah sikap profesional. Meski fasilitas terbatas, kerja sosial yang mereka lakukan tetap profesional.
Fasilitas Minus
Sayangnya, gerakan mereka masih terseok-seok. Soal fasilitas di Situ Gintung, misalnya, Komnas Perlindungan Anak hanya memiliki ruang penunjang aktivitas anak korban bencana. Pun, pengadaannya berasal dari sumbangan para donator.

�Sampai saat ini, kami masih menunggu tempat baru yang dijanjikan Pemerintah Kota Tangerang Selatan,� ujar Seto Mulyadi, Ketua Komnas Perlindungan Anak. Kabarnya, Juli nanti, bertepatan dengan Hari Anak Nasional, baru dibuatkan creativity center sebagai kelanjutan program rehabilitasi anak-anak tragedi Situ Gintung.

Hal serupa juga dialami relawan YNDN di Situ Gintung. Kegiatan rehabilitasi anak dilakukan di sebuah rumah kontrakan yang justu mirip barak. Biaya kontrakan itu pun mereka tanggung secara swadana, termasuk anggaran sebagian besar kegiatan lain. �Kami juga tidak tahu dapat dana dari mana untuk membayar kontrakan bulan depan,� timpal Indra.

Namun, keterbatasan anggaran dan fasilitas tidak menyurutkan kreativitas dan profesionalisme mereka. Ketika YNDN ingin menggelar outbond beberapa waktu lalu, misalnya, mereka tidak menggelar di area outbond yang kini banyak tersebar di Ibu Kota dengan harga selangit. Tapi justru memanfaatkan lingkungan Situ Gintung yang porak-poranda sebagai wahana, dan memanfaatkan benda-benda yang ditemukan sebagai perlengkapan permainan.

Tetap Rawan
Lalu, siapa dan dari mana saja personel trauma healing tersebut? Latar belakang belakangnya bisa berasal dari apa pun. Sebab, pelatihan dasar bagi relawan YNDN termasuk penanganan kejiwaan anak, tidak terkait dengan background pendidikan. �Yang penting adalah keinginan membantu,� ujar Indra.

Berbeda dengan Divisi PSP PMI. Lebih diminati bila calon relawan berlatar belakang pendidikan psikologi. Tapi juga tidak menutup lulusan SMA hingga berusia 40 tahun untuk bergabung. Relawan juga harus mengikuti pelatihan penanganan kejiwaan pascabencana. Pelatihan itu memiliki dua berjenjang, yang masing-masing berdurasi selama tujuh hari. Pelatihan digelar dalam tiga regional PMI, yakni Indonesia bagian barat, Indonesia bagian timur, dan Indonesia bagian tengah.

Para relawan itu dilatih agar piawai menangani berbagai kasus bencana, khususnya penanganan mental dan psikis korban. Seperti ketika terjadi gempa Bantul, Yogyakarta, tiga tahun silam, PMI menjadi motor program trauma healing. Hanya saja, untuk tragedi Situ Gintung, PMI tidak terjun penuh lantaran sudah banyak kelompok relawan yang turun ke lokasi. �Ada sekitar 40 organisasi saat itu,� ujar Leo.

Cepat tanggapnya berbagai kelompok relawan saat tragedi Situ Gintung memang patut diacungi jempol. Hanya saja tidak semua dari mereka bertahan dan mampu menuntaskan program. Padahal, meski bencana telah berlalu hampir tiga bulan, bukan berarti psikis anak telah kembali normal. �Justru masa-masa sepi seperti saat ini rawan bagi anak-anak yang penah trauma dapat kembali terjadi,� tegas Indra.
yst/L-4  ( Di kutip dari berita Koran Jakarta thn 2009 ) 

Kamis, 21 April 2011

Rekaman kegiatan Trauma Healing untuk anak-anak krban erupsi Merapi

Rekaman kegiatan trauma healing untuk anak-anak merapi

Kondisi pengungsi korban erupsi merapi 2010.

Akibat erupsi Merapi tanggal 26 Oktober 2010 ( pertama ). Ratusan warga terpaksa harus mengungsi untuk menyelamatkan diri dari amukan Awan panas ( wedhus gembel ) dan lahar panas. Tempat tinggal mereka berjarak 3-6 Km dari puncak merapi seperti. seperti warga desa Umbul harjo, Kepuharjo, Glagaharjo, Kecamatan cangkringan Sleman Yogyakarta. Untuk daerah Klaten Seperti, Ngipik sari, Sambung Rejo, dan daerah lainya yang masuk dalam daerah rawan bencana. Pengungsi korban erupsi merapi tanggal 26 Oktober 2010, ini di tampung di barak-barak pengungsian baik balai desa maupun tenda-tenda darurat yang di siapkan. untuk pengungsi dari desa Umbulharjo di tampung di barak pengungsian balai desa Umbulharjo  & di tenda2 darurat yang di siapkan, untuk pengungsi dari daerah Kepuharjo di tampung di barak pengungsian balai desa Kepuharjo & di tenda2 darurat yang di siapkan. Begitu juga dengan daerah lainya seperti Pengungsi dari Balerante Kalten, Muntilan, Magelang, dan Boyolali. Untuk jarak lokasi pengungsian dari puncak merapi sejauh 10 km.

Namun pada malam tanggal 01 November 2010, pukul 01.00. Para pengungsi ini terpaksa harus mengungsi lagi hingga jarak 15 km dari puncak merapi. Bertambahnya jumlah Desa dan Dusun yang terkena dampak dari erupsi merapi. Berarti bertambah juga jumlah orang yang mengungsi. Belum lagi hilang rasa lelah, letih, perasaan trauma, dan berbagai perasaan lainya yang saat itu mengelayut di benak para pengungsi. Pada tanggal 04 malam tanggal 5 November 2010, pukul 22.00, Para pengungsi ini di paksa untuk kembali mengungsi hingga jarak 30 Km dari puncak merapi. Karena saat itu merapai meletus sangat dasyat, pertama pada pukul 23. 30 dan kedua pada pukul 00.20. Kepanikan saat itu tak terbayangkanlagi, semua bercampu aduk jadi satu. Bukan hanya pengungsi yang saat itu di paksa harus mengungsi ke titik aman dari merapi yang di tetapkan oleh pemerintah. Tp kami para rellawan, anggota TNI dan POLRI, Team TAGANA dari DEPSOS, dan team SAR juga harus ikut mengungsi. Namun sepanik dan setakut apapun saat itu, kami harus bisa bersikap tenang dan dapat mengendalikan diri. Mengapa, karena bila kami panik, bagaimana para pengungsi. ribuan nyawa pengungsi saat itu harus kami selamatkan dan harus kami evakuasi ketempat yang aman. Di tambah lagi ratusan warga lainya yang sebelumnya daerah mereka termasuk daerah yang aman karena berada dalam Zona aman dari bahaya letusan merapi. Namun saat merapi meletus tuk yang ketiga kalinya, daerah mereka tanpa di sangka-sangka menjadi daerah yang juga terkena dampak dari letusan merapi berupa wan dan lahar panas yang sangat mematikan. 

Bergumul dengan maut, antara hidup & mati saat itu kami harus terus menerobos gelapnya malam di antara kepulan asap awan dan lahar panas yang mengintai, belum lagi abu Vulkanic juga menjadi ancaman karena masih panas. Kami harus berjuang menyelamatkan mereka yang masih selamat, mereka yang luka-luka, dan yang telah meninggal dunia. Perasaan takut, ngeri, dan lain sebagainya bercampu aduk jadi satu, karena bila kami salah sedikit saja saat itu, atau kami lengah, bukan tidak mungkin kami akan ikut menjadi korban. Hal ini dapat di lihat dari jumlah Rellawan, anggota TNI, team SAR, anggota TAGANA, yang menjadi korban meninggal dunia. Bahkan ada yang hingga saat ini jasadnya tidak di temukan, sejak Erupsi pertama hingga erupsi ketiga, tercatat. 9 orang rellawan meninggal dunia, 1 orang wartawan dari VIVA News. Com, yang menjadi korban. Kesembilan korban ini, 5 orang di temukan dan 4 orang lagi hingga saat ini masih belum di temukan. Sedangkan dari pihak anggota TNI dan POLRI kami tidak mendapat data yang bisa kami uraikan disini.

Pasca letusan merapi tanggal 04 November malam tanggal 05 November 2010, Para pengungsi korban erupsi merapi ini tersebar di beberapa titik pengungsian. Seperti di Stadion Maguwoharjo yang menampung pengungsi dari berbagai dusun yang ada di seputaran lereng merapi, balai desa Sariharjo di daerah Palagan yang menampung pengungsi dari kali Adem, Pondok Pesantren Alqodir yang menampung pengungsi dari Dusun Kinah Rejo, Beberapa Masjid yang ada di seputaran kabupaten Sleman, di perkampungan di seputran Stadion Maguwoharjo. Ada juga pengungsi yang  di tampung di sekolah-sekolah, di Kampus-kampus, dan berbagai tempat lainya yang tidak terditeksi oleh kami saat itu. Bahkan di dusun Jembangan Segoroyoso Plered Bantul ada 50 KK pengungsi yang di tampung di salah satu Rumah warga saat.  Banyaknya jumlah warga yang harus mengungsi ke daerah yang aman untuk menyelamatkan diri dari awan dan lahar panas merapi, serta lokasi yang berpencar. Saat itu cukup menyulitkan kami untuk mendistribusikan barang bantuan yang di sumbangkan oleh para donatur. Tapi kami tetap berusaha semaksimal mungkin agar bantuan yang kami himpun dapat di terima oleh pengungsi.

Selain itu, bertambahnya jumlah pengungsi, tidak di barengi dengan persiapan yang memadai. Baik sarana dan prasarana bagi pengungsi misalnya untuk barak-barak pengungsian sementara, alas tidur untuk pengungsi, dapur umum, sarana MCK, dll. Kondisi ini akhirnya semakin menambah penderitaan bagi pengungsi, terutama anak-anak. Belum lagi kurangnya tempat penampungan yang di siapkan, memaksa pengungsi untuk saling berhimpitan di dalam barak-barak pengungsian, apalagi saat hujan turun ( kebetulan saat itu sedang musim hujan ). Belum lagi kakunya birokrasi dari pihak posko utama yang mengurusi pendistribusian bantuan untuk pengungsi, juga turut andil untuk menambah penderitaan bagi pengungsi. Sikap hati-hati agar bantuan tepat sasaran memang harus kita jaga, namun jangan terlalu kaku. Kita juga dapat membedakan mana yang pengungsi dan orang yang pura-pura jadi pengungsi. Padahal saat itu, untuk masing-masing pengungsi sudah di kelompokkan dalam kelompok RT, dan masing-masing kelopok sudah ada koordinatornya. Sementara untuk pengungsi masing-masing sudah memiliki ko card yang di gunakaj sebagai tanda bahwa mereka adalah pengungsi, Tp mengapa birokrasi masih kaku saja. Bahkan untuk pelayanan pengungsi ada batas waktunya yaitu pukul 21.00. dan posko baru di buka lagi besok harinya pukul 08.00.

hal ini lah yang akhirnya memaksa kami untuk membuka posko sendiri di luar stadion dan bantuan yang berhasil kami himpun dari para donatur yang di koordinir oleh jaringan kami baik di Jakarta, Jogjakarta dan sekitarnya, dan Bali, kami tampung di posko kami yang kami bentuk. Pelayanan yang kami berikan untuk pengungsi kami buka 24 jam karena kami seklalu menyiagakan rellawan kami di posko secara bergantian. Untuk pengungsi sendiri dalam mengakses bantuan tanpa harus menunjukan tanda pengeanl apapun kepada Rellawan kami. Karena kami sudah mengenali pengungsi, karena kami setiap harinya selalu mengunjungi pengungsi di barak-barak pengungsian. Bahkan untuk pengungsi yang berada di luar stadion Maguwoharjo, untuk bantuan yang mereka butuhkan seringkali kami kirimkan ke tempat mereka setelah salah satu atau koordinator mereka datang ke posko kami dan mengajukan bantuan yang di butuhkan. 

Rabu, 20 April 2011

KATA HATI

Ayah.... ibu....
Jangan pernah kau tanyakan kapan anakmu akan kembali kerumah
Ketika.... kaki telah ku langkahkan keluar dari rumah
Mungkin.... anakmu kembali tinggal nama
Mungkin yang kembali hanya jasadku yang terbujur kaku
Mungkin yang kembali hanya bajuku dan bendera merah putih yang kujadikan sebagai panji tuk perjuanganku

Atau mungkin........
tidak ada kabar berita sama sekali tentang......
Dimana jasadku
di mana nisanku

Yang ku inginkan hanya doa restu darimu
Yang selalu menyertai dalam setiap tetes darahku
Dalam setiap denyut nandi dan desah nafasku.
Dalam setiap derap langkah perjuanganku

tuk membebaskan rakyat negri ini dari segala bentuk penindasan
kesewenang-wenangan, penindasan, kebodohan, dan ketidak adilan dari sang tirani.
tuk menegakan hukum di negri ini.

TTD
Ananda Hendra

Senin, 18 April 2011

asap hitam dan sulfatara merapi

1.     Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kegunungapian (BPPTK) Yogyakarta terus memantau perkembangan kubah lava Gunung Merapi. Kubah lava baru yang muncul sejak 28 April 2006 lalu hingga kini terus berkembang. Kubah lava baru itu muncul di sebelah selatan Gegerboyo dan sebelah timur kubah lava 1997. Selama lima hari terakhir ini, kubah tersebut terus membesar. Diperkirakan volumenya sudah mencapai lebih dari 300-an ribu metrik. "Kubah lava baru itu terus berkembang dan kubah tersebut kemungkinan juga dapat runtuh karena masih labil. Bila runtuh dimungkinkan kubah-kubah yang lain juga akan ikut runtuh," kata Kepala Seksi Gunung Merapi BPPTK Yogyakarta, Subandriyo, di kantor Jl. Cendana, Yogyakarta, Rabu (3/5/2006). Oleh karena kubah baru itu terus berkembang, kata dia, semua petugas di pos pengamatan seperti di Kaliurang selalu memantau perkembangan setiap waktu. Bahkan, dilihat secara visual tanpa alat, kubah baru itu tampak dari wilayah Sleman seperti dari Kaliurang, Turgo maupun Kaliadem Kepuharjo Cangkringan. "Bila runtuh, itu yang dikhawatirkan. Jika materialnya banyak, maka luncuran guguran material bisa sampai jauh," kata dia. Subandriyo mengatakan, berdasarkan pengamatan pada hari Rabu (3/5/2006) mulai pukul 00.00-06.00 WIB terjadi gempa multifase (MP) sebanyak 44 kali. Sedang pada hari Selasa (2/5/2006) mulai pukul 00.00-24.00 WIB, terjadi gempa MP sebanyak 156 kali. "Namun gempa-gempa lain tidak tercatat. Sedang tinggi asap sulfatar 750 meter terpantau dari Pos Ngepos Srumbung pukul 05.08 WIB," katanya. Sementara itu secara terpisah, staf ahli geologi BPPTK, Dewi Sri Sayudi menambahkan sebenarnya magma sudah mencapai permukaan puncak dan kemudian membentuk kubah lava baru. Berdasarkan hasil penelitian, biasanya gundukan material itu berada di bibir puncak, tapi saat ini justru berada agak di tengah. "Karena berada di tengah itu, runtuhan atau guguran meterial belum mencapai lereng. Ini merupakan fenomena baru Merapi saat ini," kata Dewi.

Dampak banjir lahar dingin.

Bahaya sekunder dari erupsi merapi 2011 berupa lahar dingin menjadi ancaman baru bagi warga masyarakat yang tinggal di seputaran lereng merapi dan sepanjang bantaran sungai yg berhulu di merapi. Hal ini lah yang akhirnya membuat pemerintah propinsi DI Yogyakarta dan Jawa bekerjasama dengan BNPB ( badan penanggulangan Bencana ) membuat peta baru daerah rawan bencana. Tujuan dari pemetaan daerah rawan bencana ini adalah untuk meminilimalisir jatuhnya korban jiwa. Mengapa karena dampak dari banjir lahar dingin yang terjadi beberapa waktu lalu, tidak hanya menelen korban meninggal dunia, rumah dan harta benda milik warga yang turut hancur di terjang aliran banjir lahar dingin. Hewan ternak milik warga yang mati karena di hantam oleh banjir lahar dingin, lahan pertanian milik warga yang juga rusak tertimbun matrial lahar dingin, jembatan penghubung baik antar kota dan dusun yang terputus, dan jalan raya Jogja-Magelang pun sempat terputus oleh timbunan matrial lahar dingin yang terdiri dari batu baik dalam ukuran besar, kecil maupun sedang, pasir, sampah, dan pepohonan yang terbawa oleh aliran.  Berikut ini dokumentasi damapak dari banjir lahar dingin yang terjadi.



Memantau aliran lahar dingin di X Gendol, Opak, dan Code

bahaya sekunder yg di timbulkan pasca erupsi merapi 2010 yg lalu berupa lahar dingin menjadi ancaman baru bagi warga yang tinggal di seputaran lereng merapi. terutama yang berada di sepanjang banataran sungai yang di lalui oleh lahar dingin. Akibat yang di timbulkan oleh banjir lahar dingin yg terjadi beberapa waktu lalu tidak hanya mengakibatkan jatuhnya korban jiwa meninggal dunia, harta benda milik warga yang hancur di terjang luapan lahar dingin, rumah warga yg porak poranda dan memaksa peniliknya untuk mengungsi, jalan raya Jogja-Magelang sempat terputus, jembatan penghubung antar dusun terputus karena aliran lahar dingin, badan jalan yang rusak, ternak milik warga dan lahan pertanian wargapun tak luput dari amukan banjir lahar dingin. berikut ini dokumentasi banjir lahar dingin yang terjadi.