Kegiatan tuk korban merapi

Kamis, 21 April 2011

Kondisi pengungsi korban erupsi merapi 2010.

Akibat erupsi Merapi tanggal 26 Oktober 2010 ( pertama ). Ratusan warga terpaksa harus mengungsi untuk menyelamatkan diri dari amukan Awan panas ( wedhus gembel ) dan lahar panas. Tempat tinggal mereka berjarak 3-6 Km dari puncak merapi seperti. seperti warga desa Umbul harjo, Kepuharjo, Glagaharjo, Kecamatan cangkringan Sleman Yogyakarta. Untuk daerah Klaten Seperti, Ngipik sari, Sambung Rejo, dan daerah lainya yang masuk dalam daerah rawan bencana. Pengungsi korban erupsi merapi tanggal 26 Oktober 2010, ini di tampung di barak-barak pengungsian baik balai desa maupun tenda-tenda darurat yang di siapkan. untuk pengungsi dari desa Umbulharjo di tampung di barak pengungsian balai desa Umbulharjo  & di tenda2 darurat yang di siapkan, untuk pengungsi dari daerah Kepuharjo di tampung di barak pengungsian balai desa Kepuharjo & di tenda2 darurat yang di siapkan. Begitu juga dengan daerah lainya seperti Pengungsi dari Balerante Kalten, Muntilan, Magelang, dan Boyolali. Untuk jarak lokasi pengungsian dari puncak merapi sejauh 10 km.

Namun pada malam tanggal 01 November 2010, pukul 01.00. Para pengungsi ini terpaksa harus mengungsi lagi hingga jarak 15 km dari puncak merapi. Bertambahnya jumlah Desa dan Dusun yang terkena dampak dari erupsi merapi. Berarti bertambah juga jumlah orang yang mengungsi. Belum lagi hilang rasa lelah, letih, perasaan trauma, dan berbagai perasaan lainya yang saat itu mengelayut di benak para pengungsi. Pada tanggal 04 malam tanggal 5 November 2010, pukul 22.00, Para pengungsi ini di paksa untuk kembali mengungsi hingga jarak 30 Km dari puncak merapi. Karena saat itu merapai meletus sangat dasyat, pertama pada pukul 23. 30 dan kedua pada pukul 00.20. Kepanikan saat itu tak terbayangkanlagi, semua bercampu aduk jadi satu. Bukan hanya pengungsi yang saat itu di paksa harus mengungsi ke titik aman dari merapi yang di tetapkan oleh pemerintah. Tp kami para rellawan, anggota TNI dan POLRI, Team TAGANA dari DEPSOS, dan team SAR juga harus ikut mengungsi. Namun sepanik dan setakut apapun saat itu, kami harus bisa bersikap tenang dan dapat mengendalikan diri. Mengapa, karena bila kami panik, bagaimana para pengungsi. ribuan nyawa pengungsi saat itu harus kami selamatkan dan harus kami evakuasi ketempat yang aman. Di tambah lagi ratusan warga lainya yang sebelumnya daerah mereka termasuk daerah yang aman karena berada dalam Zona aman dari bahaya letusan merapi. Namun saat merapi meletus tuk yang ketiga kalinya, daerah mereka tanpa di sangka-sangka menjadi daerah yang juga terkena dampak dari letusan merapi berupa wan dan lahar panas yang sangat mematikan. 

Bergumul dengan maut, antara hidup & mati saat itu kami harus terus menerobos gelapnya malam di antara kepulan asap awan dan lahar panas yang mengintai, belum lagi abu Vulkanic juga menjadi ancaman karena masih panas. Kami harus berjuang menyelamatkan mereka yang masih selamat, mereka yang luka-luka, dan yang telah meninggal dunia. Perasaan takut, ngeri, dan lain sebagainya bercampu aduk jadi satu, karena bila kami salah sedikit saja saat itu, atau kami lengah, bukan tidak mungkin kami akan ikut menjadi korban. Hal ini dapat di lihat dari jumlah Rellawan, anggota TNI, team SAR, anggota TAGANA, yang menjadi korban meninggal dunia. Bahkan ada yang hingga saat ini jasadnya tidak di temukan, sejak Erupsi pertama hingga erupsi ketiga, tercatat. 9 orang rellawan meninggal dunia, 1 orang wartawan dari VIVA News. Com, yang menjadi korban. Kesembilan korban ini, 5 orang di temukan dan 4 orang lagi hingga saat ini masih belum di temukan. Sedangkan dari pihak anggota TNI dan POLRI kami tidak mendapat data yang bisa kami uraikan disini.

Pasca letusan merapi tanggal 04 November malam tanggal 05 November 2010, Para pengungsi korban erupsi merapi ini tersebar di beberapa titik pengungsian. Seperti di Stadion Maguwoharjo yang menampung pengungsi dari berbagai dusun yang ada di seputaran lereng merapi, balai desa Sariharjo di daerah Palagan yang menampung pengungsi dari kali Adem, Pondok Pesantren Alqodir yang menampung pengungsi dari Dusun Kinah Rejo, Beberapa Masjid yang ada di seputaran kabupaten Sleman, di perkampungan di seputran Stadion Maguwoharjo. Ada juga pengungsi yang  di tampung di sekolah-sekolah, di Kampus-kampus, dan berbagai tempat lainya yang tidak terditeksi oleh kami saat itu. Bahkan di dusun Jembangan Segoroyoso Plered Bantul ada 50 KK pengungsi yang di tampung di salah satu Rumah warga saat.  Banyaknya jumlah warga yang harus mengungsi ke daerah yang aman untuk menyelamatkan diri dari awan dan lahar panas merapi, serta lokasi yang berpencar. Saat itu cukup menyulitkan kami untuk mendistribusikan barang bantuan yang di sumbangkan oleh para donatur. Tapi kami tetap berusaha semaksimal mungkin agar bantuan yang kami himpun dapat di terima oleh pengungsi.

Selain itu, bertambahnya jumlah pengungsi, tidak di barengi dengan persiapan yang memadai. Baik sarana dan prasarana bagi pengungsi misalnya untuk barak-barak pengungsian sementara, alas tidur untuk pengungsi, dapur umum, sarana MCK, dll. Kondisi ini akhirnya semakin menambah penderitaan bagi pengungsi, terutama anak-anak. Belum lagi kurangnya tempat penampungan yang di siapkan, memaksa pengungsi untuk saling berhimpitan di dalam barak-barak pengungsian, apalagi saat hujan turun ( kebetulan saat itu sedang musim hujan ). Belum lagi kakunya birokrasi dari pihak posko utama yang mengurusi pendistribusian bantuan untuk pengungsi, juga turut andil untuk menambah penderitaan bagi pengungsi. Sikap hati-hati agar bantuan tepat sasaran memang harus kita jaga, namun jangan terlalu kaku. Kita juga dapat membedakan mana yang pengungsi dan orang yang pura-pura jadi pengungsi. Padahal saat itu, untuk masing-masing pengungsi sudah di kelompokkan dalam kelompok RT, dan masing-masing kelopok sudah ada koordinatornya. Sementara untuk pengungsi masing-masing sudah memiliki ko card yang di gunakaj sebagai tanda bahwa mereka adalah pengungsi, Tp mengapa birokrasi masih kaku saja. Bahkan untuk pelayanan pengungsi ada batas waktunya yaitu pukul 21.00. dan posko baru di buka lagi besok harinya pukul 08.00.

hal ini lah yang akhirnya memaksa kami untuk membuka posko sendiri di luar stadion dan bantuan yang berhasil kami himpun dari para donatur yang di koordinir oleh jaringan kami baik di Jakarta, Jogjakarta dan sekitarnya, dan Bali, kami tampung di posko kami yang kami bentuk. Pelayanan yang kami berikan untuk pengungsi kami buka 24 jam karena kami seklalu menyiagakan rellawan kami di posko secara bergantian. Untuk pengungsi sendiri dalam mengakses bantuan tanpa harus menunjukan tanda pengeanl apapun kepada Rellawan kami. Karena kami sudah mengenali pengungsi, karena kami setiap harinya selalu mengunjungi pengungsi di barak-barak pengungsian. Bahkan untuk pengungsi yang berada di luar stadion Maguwoharjo, untuk bantuan yang mereka butuhkan seringkali kami kirimkan ke tempat mereka setelah salah satu atau koordinator mereka datang ke posko kami dan mengajukan bantuan yang di butuhkan. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar